Logo Kerajaan Aceh Lokasi Dan Waktu

Logo Kerajaan Aceh Lokasi Dan Waktu

Pendiri Kerajaan Aceh

Raja Kerajaan Aceh (kompas.com)

Cikal bakal menjadi Kerajaan Aceh bermula dari adanya Kerajaan Indra Purba yang terletak di Lamuri. Pada tahun 1059-1069 M, tentara China menyerang Kerajaan Indra Purba yang waktu itu dipimpin oleh Maharaja Indra Sakti. Ketika peperangan terjadi, Kerajaan Perlak sebagai sekutu dari Kerajaan Indra Purba mengirimkan 300 pasukan, diantaranya terdapat pemuda kuat yang bernama Meurah Johan yang memimpin pertempuran.

Akhirnya tentara China dapat dikalahkan dan diunsir mundur. Untuk membalas jasa Meurah Johan, maka Maharaja Indra Sakti menikahkan anaknya dengan pemuda tersebut. Setelah itu, Meurah Johan yang bergelar Sultan Alaidin Johan Shah menggantikan mertuanya yang telah wafat sebagai raja di Kerajaan Indra Purba. Kemudian kerajaan tersebut berganti nama menjadi Kerajaan Darussalam yang terletak di Bandar Darussalam.

Hingga akhirnya sampailah pada generasi ke 11, yaitu Sultan Ali Mughayat Shah. Dalam perkembangannya, Sultan Ali Mughayat Shah lah pendiri Kerajaan Aceh Darussalam, dimana awalnya bernama Kerajaan Darussalam. Bukan hanya itu saja, Sultan Ali Mughyat Shah juga menyatukan kerajaan-kerajaan kecil yang berhasil ditakhlukannya di bawah naungan Kerajaan Aceh.

Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah berjasa dalam melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis yang tiba di Malaka. Oleh sebab itu, Sultan Ali Mughayat Shah membentuk angkatan laut dan darat. Kemudian juga membuat dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh.

Sultan Ali Mughayat Shah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 12 Dzulhijah sekitar 17 agustus 1530 M. Kerajaan Aceh kemudian dipimpin oleh Sultan Salahuddin pada tahun 1530-1539 M. Tak berlangsung lama pemerintahannya, akhirnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Shah, anak dari Sultan Mughayat Shah.

Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Aceh mengalami penyerangan oleh Portugis yang dibantu oleh Kerajaan Johor, Perak dan Pahang yang saat itu sedang memusuhi Aceh. Penyerangan terus dilakukan hingga wafatnya Sultan Alauddin Riayat Shah. Kemudian kepemimpinan Kerajaan Aceh digantikan oleh Sultan Husein Ali Riayat Shah.

Sultan Husein Ali Riayat Shah melakukan penyerangan terhadap Malaka yang diduduki Portugis dengan 7000 tentara dan 90 armada kapal. Pasukan Aceh berhasil membakar Malaka bagian selatan, namun penyerangannya ini dikatakan sia-sia saja. Sebab Malaka bertahan dan semakin memiliki tekad untuk membumi hanguskan Kerajaan Aceh.

Kemudian Sultan Husein Ali Riayat Shah digantikan oleh anaknya Sultan Moeda. Ia dinobatkan saat usianya masih belia yaitu, 4 bulan. Setelah menjabat kurang lebih 7 tahun, Sultan Moeda dikabarkan wafat dan mengakhiri masa pemerintahannya. Oleh sebab itu, ia hanya dianggap sebagai sultan bayangan, karena hanya memerintah dalam waktu singkat.

Oleh karena itu, kepemimpinan Kerajaan Aceh dialihkan pada Sultan Sri Alam, anak dari Sultan Alauddin Riayat Shah. Dikisahkan bahwa Sultan Sri Alam sangatlah kejam, hingga akhirnya wafat karena dibunuh dalam waktu pemerintahannya yang sangat singkat. Selanjutnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Zain Al Abidin.

Namun, sayangnya tak berlangsung lama dalam memerintah, Sultan Zain Al Abidin turun dari tahtanya karena dinilai sangat kejam. Pada masa inilah, Aceh mengalami krisis dinasti. Hingga akhirnya, Sultan Alauddin Mansur Shah dijadikan pemimpin. Ia adalah anak dari Sultan Ahmad dari Kerajaan Perak.

Pada masa kepemimpinannya, Sultan Alauddin Mansur Shah harus dihadapkan oleh Kerajaan Johor yang ingin menyerang Aceh. Waktu yang genting sekaligus krisis dinasti dalam masalah internal Aceh, membuat Sultan Alauddin Mansur Shah tak bisa membendung serangan dari luar. Hal ini mengakibatkan, kekalahan yang dialami serta armada Aceh yang berhasil dihancurkan Portugis di depan Kedah.

Kemudian Sultan Alauddin Mansur Shah wafat karena dibunuh oleh prajuritnya sendiri yaitu Sri Pada. Masa kepemimpinannya diteruskan oleh Sultan Buyong pada tahun 1586 M. Pada masa kepemimpinannya, Sultan Buyong melakukan perdamaian da mengajak Kerajaan Johor untuk bersekutu. Tak lama setelah itu, Sultan Buyong pun wafat dan digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil.

Saat Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil menjabat, banyak buku-buku Islam yang diterbitkan. Yaitu karya sastra melayu diantaranya seperti Mirat Al Muminin, karangan Syams ud-Din. Kemudian ada Mahkota para raja, karangan Bukhari Al Johari.

Setelah Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yaitu, Sultan Ali Riayat Shah. Namun, pada masa pemerintahannya terjadi banyak masalah yang dialami oleh Kerajaan Aceh. Waktu itu Aceh mengalami krisis pangan, hingga banyak menyebabkan rakyat kelaparan. Selain itu, portugis juga menyerang Aceh secara tiba-tiba dengan armada Martin Affonse.

Akhirnya, masa kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda, yaitu sepupu dari Sultan Ali Riayat Shah. Masa kepemimpinannya begitu gemilang, Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaannya. Sultan Iskandar Muda berhasil menduduki wilayah timur seperti, Pasai, Pedir, Deli, Aru. Sedangkan wilayah barat, ia menguasai Dya, Labu, Singkel, Priaman, Padang.

Tak hanya itu saja, Sultan Iskandar Muda juga berhasil menaklukan negara-negara luar di Semenanjung Melayu seperti, Johor, Pahang, Perak, dan Kedah. Sultan Iskandar Muda juga berhasil meneruskan perjuangan melawan Portugis sekaligus menguasai jalur perdagangan sebelah barat. Ia memimpin Kerajaan Aceh selama 29 tahun dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa, hingga mendapat julukan “Marhom Mahkota Alam”.

Selanjutnya, usai kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Thani Alaaddin Moeghayar Shah pada tahun 1636 M, lalu Sultan Ahmad, Sultan Tadj al’alam Safiat Alauddin Shah atau Putri Sri Alam, Sultan Noer alalam Nakiat addinSjah, Sultan Inayat Shah Zakiat addin atau Putri Radjah Setia pada tahun 1678 M- 1688 M, Sultan Kamalat Shah pada tahun 1688-1699 M, Sultan Badr al’alam Syafir Hasjim Djamal Alauddin pada tahun 1699M-1702 M, Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoei ibn Syarif Ibrahim pada tahun 1702 M-1703 M, Sultan Djaman al’alam Badr al-Moenir pada tahun 1703 M- 1726 M.

Kemudian Sultan Djauhar al’alam Ama addin Shah yang meninggal 20 hari setelah penobatannya, Sultan Shams al’alam atau Wandi Tebing, Sultan Alauddin Ahmad Shah atau Maharaja Lela Melajo pada tahun 1727 M- 1735 M, Sultan Alauaddin Johan Shah atau Poejoe Aoek pada tahun 1735 M-1760 M, Sultan Mahmud Shah atau Tuanku Raja pada tahun 1760 M- 1781 M, Sultan Alauddin Muhammad Shah atau Tuanku Mohammad pad tahun 1781 M- 1795 M, Sultan Alauddin Jauhar al’alam Shah pada tahun 1795 M- 1824 M, Sultan Muhammad Shah atau Tuanku Darid.

Aturan Kerajaan Aceh dalam Berkuasa

Aturan yang dimaksud adalah untuk memberikan rincian secara jelas terkait ketentuan yang berlaku dalam menjalankan pemerintahan kerajaan. Berikut adalah rincian secara jelasnya:

Kerajaan Aceh menyatakan dirinya sebagai negara hukum. Oleh sebab itu, rakyat diumpakan seperti pedang sembilan yang sangat tajam. Hal ini menegaskan bahwa peranan rakyat sangatlah peting dalam mendukung pemerintahan Kerajaan Aceh.

Selain itu, jika dalam suatu kerajaan disebut sebagai negara hukum, maka seorang raja, perdana menteri, maupun pejabat lainnya diwajibkan patuh pada hukum yang berlaku di Kerajaan Aceh. Adapun sumber hukum yang digunakan adalah kembali kepada ajaran agama Islam. Yaitu ajaran hukum yang berasal dari Al Quran, hadist, ijma’ para ulama, serta qias.

Sedangkan dalam praktiknya, hukum yang bersumber dari ajaran agama Islam tersebut terdiri atas, hukum, adat, reusam, dan qanun. Hukum sendiri diartikan sebagai perundang undangan yang mengatur segala urusan. Adat sendiri memiliki arti aturan yang dibuat oleh sultan maupun pejabat di bawahnya namun berlaku untuk ditaati.

Reusam diartikan sebagai sumber aturan yang diberlakukan untuk memberikan ketertiban pada perilaku masyarakat. Terakhir adalah Qanun, yang merupakan aturan secara langsung dibuat oleh Balai Majelis Mahkamah Rakyat atau dalam kehidupan sekarang disebut DPR. Dari semua aturan yang berlaku diharapkan dapat dipatuhi oleh penguasa maupun rakyat.

Adapun hukum yang berlaku jika seseorang ingin menjadi Sultan Qanun maka terdapat 20 syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut:

Selain berbagai hukum yang telah ditetapkan, Kerajaan Aceh juga membentuk rukun kerajaan sesuai dengan ajaran Islam dan harus dilakukan. Berikut adalah penjelasannya:

Dalam melaksanakan keempat rukun tersebut, maka diperlukan sebuah ilmu. Oleh sebab itu, keluarga kerajaan sangat diwajibkan untuk berilmu dan memiliki intelektual tinggi. Selain itu, diperuntukan untuk menciptakan stabilitas kerajaan dalam menjalankan pemerintahannya.

Pendiri Kerajaan Aceh

Raja Kerajaan Aceh (kompas.com)

Cikal bakal menjadi Kerajaan Aceh bermula dari adanya Kerajaan Indra Purba yang terletak di Lamuri. Pada tahun 1059-1069 M, tentara China menyerang Kerajaan Indra Purba yang waktu itu dipimpin oleh Maharaja Indra Sakti. Ketika peperangan terjadi, Kerajaan Perlak sebagai sekutu dari Kerajaan Indra Purba mengirimkan 300 pasukan, diantaranya terdapat pemuda kuat yang bernama Meurah Johan yang memimpin pertempuran.

Akhirnya tentara China dapat dikalahkan dan diunsir mundur. Untuk membalas jasa Meurah Johan, maka Maharaja Indra Sakti menikahkan anaknya dengan pemuda tersebut. Setelah itu, Meurah Johan yang bergelar Sultan Alaidin Johan Shah menggantikan mertuanya yang telah wafat sebagai raja di Kerajaan Indra Purba. Kemudian kerajaan tersebut berganti nama menjadi Kerajaan Darussalam yang terletak di Bandar Darussalam.

Hingga akhirnya sampailah pada generasi ke 11, yaitu Sultan Ali Mughayat Shah. Dalam perkembangannya, Sultan Ali Mughayat Shah lah pendiri Kerajaan Aceh Darussalam, dimana awalnya bernama Kerajaan Darussalam. Bukan hanya itu saja, Sultan Ali Mughyat Shah juga menyatukan kerajaan-kerajaan kecil yang berhasil ditakhlukannya di bawah naungan Kerajaan Aceh.

Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah berjasa dalam melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis yang tiba di Malaka. Oleh sebab itu, Sultan Ali Mughayat Shah membentuk angkatan laut dan darat. Kemudian juga membuat dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh.

Sultan Ali Mughayat Shah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 12 Dzulhijah sekitar 17 agustus 1530 M. Kerajaan Aceh kemudian dipimpin oleh Sultan Salahuddin pada tahun 1530-1539 M. Tak berlangsung lama pemerintahannya, akhirnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Shah, anak dari Sultan Mughayat Shah.

Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Aceh mengalami penyerangan oleh Portugis yang dibantu oleh Kerajaan Johor, Perak dan Pahang yang saat itu sedang memusuhi Aceh. Penyerangan terus dilakukan hingga wafatnya Sultan Alauddin Riayat Shah. Kemudian kepemimpinan Kerajaan Aceh digantikan oleh Sultan Husein Ali Riayat Shah.

Sultan Husein Ali Riayat Shah melakukan penyerangan terhadap Malaka yang diduduki Portugis dengan 7000 tentara dan 90 armada kapal. Pasukan Aceh berhasil membakar Malaka bagian selatan, namun penyerangannya ini dikatakan sia-sia saja. Sebab Malaka bertahan dan semakin memiliki tekad untuk membumi hanguskan Kerajaan Aceh.

Kemudian Sultan Husein Ali Riayat Shah digantikan oleh anaknya Sultan Moeda. Ia dinobatkan saat usianya masih belia yaitu, 4 bulan. Setelah menjabat kurang lebih 7 tahun, Sultan Moeda dikabarkan wafat dan mengakhiri masa pemerintahannya. Oleh sebab itu, ia hanya dianggap sebagai sultan bayangan, karena hanya memerintah dalam waktu singkat.

Oleh karena itu, kepemimpinan Kerajaan Aceh dialihkan pada Sultan Sri Alam, anak dari Sultan Alauddin Riayat Shah. Dikisahkan bahwa Sultan Sri Alam sangatlah kejam, hingga akhirnya wafat karena dibunuh dalam waktu pemerintahannya yang sangat singkat. Selanjutnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Zain Al Abidin.

Namun, sayangnya tak berlangsung lama dalam memerintah, Sultan Zain Al Abidin turun dari tahtanya karena dinilai sangat kejam. Pada masa inilah, Aceh mengalami krisis dinasti. Hingga akhirnya, Sultan Alauddin Mansur Shah dijadikan pemimpin. Ia adalah anak dari Sultan Ahmad dari Kerajaan Perak.

Pada masa kepemimpinannya, Sultan Alauddin Mansur Shah harus dihadapkan oleh Kerajaan Johor yang ingin menyerang Aceh. Waktu yang genting sekaligus krisis dinasti dalam masalah internal Aceh, membuat Sultan Alauddin Mansur Shah tak bisa membendung serangan dari luar. Hal ini mengakibatkan, kekalahan yang dialami serta armada Aceh yang berhasil dihancurkan Portugis di depan Kedah.

Kemudian Sultan Alauddin Mansur Shah wafat karena dibunuh oleh prajuritnya sendiri yaitu Sri Pada. Masa kepemimpinannya diteruskan oleh Sultan Buyong pada tahun 1586 M. Pada masa kepemimpinannya, Sultan Buyong melakukan perdamaian da mengajak Kerajaan Johor untuk bersekutu. Tak lama setelah itu, Sultan Buyong pun wafat dan digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil.

Saat Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil menjabat, banyak buku-buku Islam yang diterbitkan. Yaitu karya sastra melayu diantaranya seperti Mirat Al Muminin, karangan Syams ud-Din. Kemudian ada Mahkota para raja, karangan Bukhari Al Johari.

Setelah Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yaitu, Sultan Ali Riayat Shah. Namun, pada masa pemerintahannya terjadi banyak masalah yang dialami oleh Kerajaan Aceh. Waktu itu Aceh mengalami krisis pangan, hingga banyak menyebabkan rakyat kelaparan. Selain itu, portugis juga menyerang Aceh secara tiba-tiba dengan armada Martin Affonse.

Akhirnya, masa kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda, yaitu sepupu dari Sultan Ali Riayat Shah. Masa kepemimpinannya begitu gemilang, Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaannya. Sultan Iskandar Muda berhasil menduduki wilayah timur seperti, Pasai, Pedir, Deli, Aru. Sedangkan wilayah barat, ia menguasai Dya, Labu, Singkel, Priaman, Padang.

Tak hanya itu saja, Sultan Iskandar Muda juga berhasil menaklukan negara-negara luar di Semenanjung Melayu seperti, Johor, Pahang, Perak, dan Kedah. Sultan Iskandar Muda juga berhasil meneruskan perjuangan melawan Portugis sekaligus menguasai jalur perdagangan sebelah barat. Ia memimpin Kerajaan Aceh selama 29 tahun dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa, hingga mendapat julukan “Marhom Mahkota Alam”.

Selanjutnya, usai kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Thani Alaaddin Moeghayar Shah pada tahun 1636 M, lalu Sultan Ahmad, Sultan Tadj al’alam Safiat Alauddin Shah atau Putri Sri Alam, Sultan Noer alalam Nakiat addinSjah, Sultan Inayat Shah Zakiat addin atau Putri Radjah Setia pada tahun 1678 M- 1688 M, Sultan Kamalat Shah pada tahun 1688-1699 M, Sultan Badr al’alam Syafir Hasjim Djamal Alauddin pada tahun 1699M-1702 M, Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoei ibn Syarif Ibrahim pada tahun 1702 M-1703 M, Sultan Djaman al’alam Badr al-Moenir pada tahun 1703 M- 1726 M.

Kemudian Sultan Djauhar al’alam Ama addin Shah yang meninggal 20 hari setelah penobatannya, Sultan Shams al’alam atau Wandi Tebing, Sultan Alauddin Ahmad Shah atau Maharaja Lela Melajo pada tahun 1727 M- 1735 M, Sultan Alauaddin Johan Shah atau Poejoe Aoek pada tahun 1735 M-1760 M, Sultan Mahmud Shah atau Tuanku Raja pada tahun 1760 M- 1781 M, Sultan Alauddin Muhammad Shah atau Tuanku Mohammad pad tahun 1781 M- 1795 M, Sultan Alauddin Jauhar al’alam Shah pada tahun 1795 M- 1824 M, Sultan Muhammad Shah atau Tuanku Darid.

Peninggalan Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh banyak meninggalkan benda-benda maupun bangunan bersejarah selama masa kekuasaanya. Adapun peninggalan-peninggalannya adalah sebagai berikut:

Grameds, setelah kita menyimak pembahasan panjang di atas, sekarang kita menjadi tahu bahwa terdapat sejarah panjang dari lahirnya sebuah kerajaan besar, yaitu Kerajaan Aceh. Seperti yang telah kita ketahui, Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Shah. Dimana awalnya, Sultan Ali ini merupakan sultan ke-11 dalam Kerajaan Darussalam.

Kemudian Sultan Ali Mughayat Shah mengganti nama kerajaan tersebut sekaligus memperluas daerah kekuasaannya. Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah sangat berjasa sebagai orang Aceh pertama yang menentang kehadiran Portugis di Selat Malaka. Namun, tak lama dari itu, Sultan Ali wafat dan digantikan oleh generasi selanjutnya kurang lebih sebanyak 35 kali.

Perlu diketahui juga bahwa Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pencapaiannya begitu luar biasa, pertama ia berhasil mengusir dan membuat Portugis takut untuk menginjakan kaki kembali di bumi Aceh. Kemudian Sultan Iskandar Muda juga menakhlukan kerajaan-kerajaan di semenanjung Melayu seperti, Johor, Kedah, dan Perak.

Selain itu, Aceh menjadi perlintasan perdagangan yang sangat ramai sehingga menguntungkan perekonomian kerajaan. Nah, sampai sini Grameds sudah paham kan? Agar lebih paham lagi, Grameds juga bisa membaca buku di Gramedia. Kami percaya bahwa Gramedia akan terus menjaga semangat untuk menjadi #SahabatTanpaBatas dengan menyajikan buku-buku terbaik untuk kalian semua.

Penulis: Mutiani Eka Astutik

Aturan Kerajaan Aceh dalam Berkuasa

Aturan yang dimaksud adalah untuk memberikan rincian secara jelas terkait ketentuan yang berlaku dalam menjalankan pemerintahan kerajaan. Berikut adalah rincian secara jelasnya:

Kerajaan Aceh menyatakan dirinya sebagai negara hukum. Oleh sebab itu, rakyat diumpakan seperti pedang sembilan yang sangat tajam. Hal ini menegaskan bahwa peranan rakyat sangatlah peting dalam mendukung pemerintahan Kerajaan Aceh.

Selain itu, jika dalam suatu kerajaan disebut sebagai negara hukum, maka seorang raja, perdana menteri, maupun pejabat lainnya diwajibkan patuh pada hukum yang berlaku di Kerajaan Aceh. Adapun sumber hukum yang digunakan adalah kembali kepada ajaran agama Islam. Yaitu ajaran hukum yang berasal dari Al Quran, hadist, ijma’ para ulama, serta qias.

Sedangkan dalam praktiknya, hukum yang bersumber dari ajaran agama Islam tersebut terdiri atas, hukum, adat, reusam, dan qanun. Hukum sendiri diartikan sebagai perundang undangan yang mengatur segala urusan. Adat sendiri memiliki arti aturan yang dibuat oleh sultan maupun pejabat di bawahnya namun berlaku untuk ditaati.

Reusam diartikan sebagai sumber aturan yang diberlakukan untuk memberikan ketertiban pada perilaku masyarakat. Terakhir adalah Qanun, yang merupakan aturan secara langsung dibuat oleh Balai Majelis Mahkamah Rakyat atau dalam kehidupan sekarang disebut DPR. Dari semua aturan yang berlaku diharapkan dapat dipatuhi oleh penguasa maupun rakyat.

Adapun hukum yang berlaku jika seseorang ingin menjadi Sultan Qanun maka terdapat 20 syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut:

Selain berbagai hukum yang telah ditetapkan, Kerajaan Aceh juga membentuk rukun kerajaan sesuai dengan ajaran Islam dan harus dilakukan. Berikut adalah penjelasannya:

Dalam melaksanakan keempat rukun tersebut, maka diperlukan sebuah ilmu. Oleh sebab itu, keluarga kerajaan sangat diwajibkan untuk berilmu dan memiliki intelektual tinggi. Selain itu, diperuntukan untuk menciptakan stabilitas kerajaan dalam menjalankan pemerintahannya.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Pendiri Kerajaan Aceh

Struktur Kerajaan Aceh

Pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Aceh membentuk sistem politik yang sangat rapi dan sistematis. Salah satunya yaitu terkait pembentukan struktur kekuasaan yang dipegang oleh kerajaan. Berikut adalah rincian penjelasannya:

Aturan Kerajaan Aceh dalam Berkuasa

Aturan yang dimaksud adalah untuk memberikan rincian secara jelas terkait ketentuan yang berlaku dalam menjalankan pemerintahan kerajaan. Berikut adalah rincian secara jelasnya:

Kerajaan Aceh menyatakan dirinya sebagai negara hukum. Oleh sebab itu, rakyat diumpakan seperti pedang sembilan yang sangat tajam. Hal ini menegaskan bahwa peranan rakyat sangatlah peting dalam mendukung pemerintahan Kerajaan Aceh.

Selain itu, jika dalam suatu kerajaan disebut sebagai negara hukum, maka seorang raja, perdana menteri, maupun pejabat lainnya diwajibkan patuh pada hukum yang berlaku di Kerajaan Aceh. Adapun sumber hukum yang digunakan adalah kembali kepada ajaran agama Islam. Yaitu ajaran hukum yang berasal dari Al Quran, hadist, ijma’ para ulama, serta qias.

Sedangkan dalam praktiknya, hukum yang bersumber dari ajaran agama Islam tersebut terdiri atas, hukum, adat, reusam, dan qanun. Hukum sendiri diartikan sebagai perundang undangan yang mengatur segala urusan. Adat sendiri memiliki arti aturan yang dibuat oleh sultan maupun pejabat di bawahnya namun berlaku untuk ditaati.

Reusam diartikan sebagai sumber aturan yang diberlakukan untuk memberikan ketertiban pada perilaku masyarakat. Terakhir adalah Qanun, yang merupakan aturan secara langsung dibuat oleh Balai Majelis Mahkamah Rakyat atau dalam kehidupan sekarang disebut DPR. Dari semua aturan yang berlaku diharapkan dapat dipatuhi oleh penguasa maupun rakyat.

Adapun hukum yang berlaku jika seseorang ingin menjadi Sultan Qanun maka terdapat 20 syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut:

Selain berbagai hukum yang telah ditetapkan, Kerajaan Aceh juga membentuk rukun kerajaan sesuai dengan ajaran Islam dan harus dilakukan. Berikut adalah penjelasannya:

Dalam melaksanakan keempat rukun tersebut, maka diperlukan sebuah ilmu. Oleh sebab itu, keluarga kerajaan sangat diwajibkan untuk berilmu dan memiliki intelektual tinggi. Selain itu, diperuntukan untuk menciptakan stabilitas kerajaan dalam menjalankan pemerintahannya.

Aturan Kerajaan Aceh dalam Berkuasa

Aturan yang dimaksud adalah untuk memberikan rincian secara jelas terkait ketentuan yang berlaku dalam menjalankan pemerintahan kerajaan. Berikut adalah rincian secara jelasnya:

Kerajaan Aceh menyatakan dirinya sebagai negara hukum. Oleh sebab itu, rakyat diumpakan seperti pedang sembilan yang sangat tajam. Hal ini menegaskan bahwa peranan rakyat sangatlah peting dalam mendukung pemerintahan Kerajaan Aceh.

Selain itu, jika dalam suatu kerajaan disebut sebagai negara hukum, maka seorang raja, perdana menteri, maupun pejabat lainnya diwajibkan patuh pada hukum yang berlaku di Kerajaan Aceh. Adapun sumber hukum yang digunakan adalah kembali kepada ajaran agama Islam. Yaitu ajaran hukum yang berasal dari Al Quran, hadist, ijma’ para ulama, serta qias.

Sedangkan dalam praktiknya, hukum yang bersumber dari ajaran agama Islam tersebut terdiri atas, hukum, adat, reusam, dan qanun. Hukum sendiri diartikan sebagai perundang undangan yang mengatur segala urusan. Adat sendiri memiliki arti aturan yang dibuat oleh sultan maupun pejabat di bawahnya namun berlaku untuk ditaati.

Reusam diartikan sebagai sumber aturan yang diberlakukan untuk memberikan ketertiban pada perilaku masyarakat. Terakhir adalah Qanun, yang merupakan aturan secara langsung dibuat oleh Balai Majelis Mahkamah Rakyat atau dalam kehidupan sekarang disebut DPR. Dari semua aturan yang berlaku diharapkan dapat dipatuhi oleh penguasa maupun rakyat.

Adapun hukum yang berlaku jika seseorang ingin menjadi Sultan Qanun maka terdapat 20 syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut:

Selain berbagai hukum yang telah ditetapkan, Kerajaan Aceh juga membentuk rukun kerajaan sesuai dengan ajaran Islam dan harus dilakukan. Berikut adalah penjelasannya:

Dalam melaksanakan keempat rukun tersebut, maka diperlukan sebuah ilmu. Oleh sebab itu, keluarga kerajaan sangat diwajibkan untuk berilmu dan memiliki intelektual tinggi. Selain itu, diperuntukan untuk menciptakan stabilitas kerajaan dalam menjalankan pemerintahannya.

Pendiri Kerajaan Aceh

Raja Kerajaan Aceh (kompas.com)

Cikal bakal menjadi Kerajaan Aceh bermula dari adanya Kerajaan Indra Purba yang terletak di Lamuri. Pada tahun 1059-1069 M, tentara China menyerang Kerajaan Indra Purba yang waktu itu dipimpin oleh Maharaja Indra Sakti. Ketika peperangan terjadi, Kerajaan Perlak sebagai sekutu dari Kerajaan Indra Purba mengirimkan 300 pasukan, diantaranya terdapat pemuda kuat yang bernama Meurah Johan yang memimpin pertempuran.

Akhirnya tentara China dapat dikalahkan dan diunsir mundur. Untuk membalas jasa Meurah Johan, maka Maharaja Indra Sakti menikahkan anaknya dengan pemuda tersebut. Setelah itu, Meurah Johan yang bergelar Sultan Alaidin Johan Shah menggantikan mertuanya yang telah wafat sebagai raja di Kerajaan Indra Purba. Kemudian kerajaan tersebut berganti nama menjadi Kerajaan Darussalam yang terletak di Bandar Darussalam.

Hingga akhirnya sampailah pada generasi ke 11, yaitu Sultan Ali Mughayat Shah. Dalam perkembangannya, Sultan Ali Mughayat Shah lah pendiri Kerajaan Aceh Darussalam, dimana awalnya bernama Kerajaan Darussalam. Bukan hanya itu saja, Sultan Ali Mughyat Shah juga menyatukan kerajaan-kerajaan kecil yang berhasil ditakhlukannya di bawah naungan Kerajaan Aceh.

Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah berjasa dalam melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis yang tiba di Malaka. Oleh sebab itu, Sultan Ali Mughayat Shah membentuk angkatan laut dan darat. Kemudian juga membuat dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh.

Sultan Ali Mughayat Shah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 12 Dzulhijah sekitar 17 agustus 1530 M. Kerajaan Aceh kemudian dipimpin oleh Sultan Salahuddin pada tahun 1530-1539 M. Tak berlangsung lama pemerintahannya, akhirnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Shah, anak dari Sultan Mughayat Shah.

Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Aceh mengalami penyerangan oleh Portugis yang dibantu oleh Kerajaan Johor, Perak dan Pahang yang saat itu sedang memusuhi Aceh. Penyerangan terus dilakukan hingga wafatnya Sultan Alauddin Riayat Shah. Kemudian kepemimpinan Kerajaan Aceh digantikan oleh Sultan Husein Ali Riayat Shah.

Sultan Husein Ali Riayat Shah melakukan penyerangan terhadap Malaka yang diduduki Portugis dengan 7000 tentara dan 90 armada kapal. Pasukan Aceh berhasil membakar Malaka bagian selatan, namun penyerangannya ini dikatakan sia-sia saja. Sebab Malaka bertahan dan semakin memiliki tekad untuk membumi hanguskan Kerajaan Aceh.

Kemudian Sultan Husein Ali Riayat Shah digantikan oleh anaknya Sultan Moeda. Ia dinobatkan saat usianya masih belia yaitu, 4 bulan. Setelah menjabat kurang lebih 7 tahun, Sultan Moeda dikabarkan wafat dan mengakhiri masa pemerintahannya. Oleh sebab itu, ia hanya dianggap sebagai sultan bayangan, karena hanya memerintah dalam waktu singkat.

Oleh karena itu, kepemimpinan Kerajaan Aceh dialihkan pada Sultan Sri Alam, anak dari Sultan Alauddin Riayat Shah. Dikisahkan bahwa Sultan Sri Alam sangatlah kejam, hingga akhirnya wafat karena dibunuh dalam waktu pemerintahannya yang sangat singkat. Selanjutnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Zain Al Abidin.

Namun, sayangnya tak berlangsung lama dalam memerintah, Sultan Zain Al Abidin turun dari tahtanya karena dinilai sangat kejam. Pada masa inilah, Aceh mengalami krisis dinasti. Hingga akhirnya, Sultan Alauddin Mansur Shah dijadikan pemimpin. Ia adalah anak dari Sultan Ahmad dari Kerajaan Perak.

Pada masa kepemimpinannya, Sultan Alauddin Mansur Shah harus dihadapkan oleh Kerajaan Johor yang ingin menyerang Aceh. Waktu yang genting sekaligus krisis dinasti dalam masalah internal Aceh, membuat Sultan Alauddin Mansur Shah tak bisa membendung serangan dari luar. Hal ini mengakibatkan, kekalahan yang dialami serta armada Aceh yang berhasil dihancurkan Portugis di depan Kedah.

Kemudian Sultan Alauddin Mansur Shah wafat karena dibunuh oleh prajuritnya sendiri yaitu Sri Pada. Masa kepemimpinannya diteruskan oleh Sultan Buyong pada tahun 1586 M. Pada masa kepemimpinannya, Sultan Buyong melakukan perdamaian da mengajak Kerajaan Johor untuk bersekutu. Tak lama setelah itu, Sultan Buyong pun wafat dan digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil.

Saat Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil menjabat, banyak buku-buku Islam yang diterbitkan. Yaitu karya sastra melayu diantaranya seperti Mirat Al Muminin, karangan Syams ud-Din. Kemudian ada Mahkota para raja, karangan Bukhari Al Johari.

Setelah Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya yaitu, Sultan Ali Riayat Shah. Namun, pada masa pemerintahannya terjadi banyak masalah yang dialami oleh Kerajaan Aceh. Waktu itu Aceh mengalami krisis pangan, hingga banyak menyebabkan rakyat kelaparan. Selain itu, portugis juga menyerang Aceh secara tiba-tiba dengan armada Martin Affonse.

Akhirnya, masa kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda, yaitu sepupu dari Sultan Ali Riayat Shah. Masa kepemimpinannya begitu gemilang, Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaannya. Sultan Iskandar Muda berhasil menduduki wilayah timur seperti, Pasai, Pedir, Deli, Aru. Sedangkan wilayah barat, ia menguasai Dya, Labu, Singkel, Priaman, Padang.

Tak hanya itu saja, Sultan Iskandar Muda juga berhasil menaklukan negara-negara luar di Semenanjung Melayu seperti, Johor, Pahang, Perak, dan Kedah. Sultan Iskandar Muda juga berhasil meneruskan perjuangan melawan Portugis sekaligus menguasai jalur perdagangan sebelah barat. Ia memimpin Kerajaan Aceh selama 29 tahun dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa, hingga mendapat julukan “Marhom Mahkota Alam”.

Selanjutnya, usai kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Thani Alaaddin Moeghayar Shah pada tahun 1636 M, lalu Sultan Ahmad, Sultan Tadj al’alam Safiat Alauddin Shah atau Putri Sri Alam, Sultan Noer alalam Nakiat addinSjah, Sultan Inayat Shah Zakiat addin atau Putri Radjah Setia pada tahun 1678 M- 1688 M, Sultan Kamalat Shah pada tahun 1688-1699 M, Sultan Badr al’alam Syafir Hasjim Djamal Alauddin pada tahun 1699M-1702 M, Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoei ibn Syarif Ibrahim pada tahun 1702 M-1703 M, Sultan Djaman al’alam Badr al-Moenir pada tahun 1703 M- 1726 M.

Kemudian Sultan Djauhar al’alam Ama addin Shah yang meninggal 20 hari setelah penobatannya, Sultan Shams al’alam atau Wandi Tebing, Sultan Alauddin Ahmad Shah atau Maharaja Lela Melajo pada tahun 1727 M- 1735 M, Sultan Alauaddin Johan Shah atau Poejoe Aoek pada tahun 1735 M-1760 M, Sultan Mahmud Shah atau Tuanku Raja pada tahun 1760 M- 1781 M, Sultan Alauddin Muhammad Shah atau Tuanku Mohammad pad tahun 1781 M- 1795 M, Sultan Alauddin Jauhar al’alam Shah pada tahun 1795 M- 1824 M, Sultan Muhammad Shah atau Tuanku Darid.

Konten baru

Zigat

Zigat

Harga diatas berlaku pada 6 Desember 2022. Perlu kamu ketahui bahwa harga saham berubah setiap harinya, sehingga harga 1 lotnya juga akan ikut berubah.

Gotad

Gotad

Gotad ad Ifugao comes from the word gotad, which means big gathering or celebration. It is taken from the language of the distinct ethnolinguistic group called Ifugao, which is also the name of the province. Gotad refers to a phase of uya-oy, a prestige rite that is observed in the elevation of status of a rich family or clan. People gather together, invited or not. It is marked with the consumption of bayah, a local alcoholic beverage, and revelries such as music and dance.

Jamblang

Jamblang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

3Tu Tool

3Tu Tool

Get a list of all the marketing & admission tools that you need to excel at admissions this season

Qq+Dewi

Qq+Dewi

Wir verwenden Cookies und Daten, um

Gajah Slot

Gajah Slot

In modern Indonesia, Gajah Mada is viewed as a hero - a symbol of Indonesian patriotism and national pride. Gajah Mada is seen as an inspirational figure, one who exemplifies the potential greatness of all Indonesians. He would serve as a mythic propaganda symbol during the resistance to Japanese occupation and the ensuing revolt for independence from Dutch rule in the late 1940s. His legacy as the first to unite the many islands of the Indonesian archipelago into one nation will stand throughout history - as will his renowned dedication and unwavering loyalty to his king and the Majapahit people.

Berapa B

Berapa B

There may be opportunities to study as a visitor if it meets incidental or recreational study criteria.

Jadi Hero

Jadi Hero

Full damage adalah keharusan pada build Hanabi tersakit. Damage hero ini sangat mengandalkan item dan punya item-item perontok musuh dengan basis attack speed, ditambah item offense dengan atribut defense seperti WON dan Rose Gold menjadi krusial.

Putra Riau

Putra Riau

Wir verwenden Cookies und Daten, um

Aceh Bola

Aceh Bola

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Ayu Adalah

Ayu Adalah

Imposta i tuoi cookie

Tahunan

Tahunan

Membayar pajak kendaraan bermotor adalah kewajiban bagi setiap pemilik kendaraan bermotor. Pajak yang dibayarkan oleh pemilik kendaraan bermotor adalah bentuk kontribusi dalam pembangunan daerah. Uang pajak kendaraan bermotor yang dikelola oleh pemerintah provinsi digunakan untuk menyediakan fasilitas jalan bagi kendaraan bermotor dan pembangunan fasiliats umum lainnya yang menjadi wewenang pemerintah daerah.

Liga Tiga

Liga Tiga

TRIBUN-TIMUR.COM - Tiga pemain asing dirumorkan akan segera bergabung PSM Makassar.

Dewi088

Dewi088

PT Unilever Indonesia Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam pembuatan, pemasaran dan distribusi fast moving consumer goods (FMCG).

Judul 77

Judul 77

Judul membuat teks menonjol dan membantu orang-orang memindai dokumen Anda.

Situs168

Situs168

Selanjutnya ada game bernama Mobile Premier League atau lebih dikenal dengan MPL. Aplikasi penghasil saldo dana ini berisi berbagai kumpulan game yang seru untuk dimainkan. Lewat game seperti fruit dart, fruit chop, pool, chess, bloxmash, archery, fruit slice, bubble shooter dan lainnya. Maka kamu bisa mengumpulkan diamond dengan menjadi top player.

Romawi 11

Romawi 11

Sale Price:IDR 5,000.00 Original Price:IDR 10,000.00